Beranda | Artikel
Tafsir al-Fatihah (6): Ihdinas Siratal Mustaqim - Syaikh Utsman al-Khamis #NasehatUlama
Senin, 22 Agustus 2022

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah: 6)
“Tunjukilah kami, …” dikatakan bahwa maknanya, “Teguhkan kami di atas jalan yang lurus.”

Disebutkan juga bahwa “Tunjukilah kami, …” maknanya “Tambahkan pada kami hidayah.”
Ini diucapkan oleh orang yang belum mendapat petunjuk
dan orang yang sudah mendapat petunjuk.

Jika seseorang berkata,
“Kenapa orang yang telah mendapat petunjuk berkata, ‘Tunjukilah kami …’”?
Misalnya, Rasulullah Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
atau kita semua ketika salat,
tidaklah kita datang dan salat di masjid yang agung ini
kecuali memohon hidayah.

Kita berdoa dalam salat kita,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, …” (QS. Al-Fatihah: 6)
Jadi, kita tidak datang
kecuali kita adalah orang yang mendapat petunjuk—dan segala puji dan karunia bagi Allah.

Lalu mengapa kita berdoa, “Tunjukilah kami?”
Dijawab, “Tambahkan hidayah pada kami.”
Para ulama berkata: “Tunjukilah kami, maksudnya tambahkan hidayah pada kami,
atau teguhkan kami di atas hidayah.”

Dua makna ini benar.
Sebagian ulama lain mengatakan,
“Karena seseorang terus-menerus beramal,
yang mana setiap amalan membutuhkan hidayah.”
Kita sekarang membutuhkan hidayah.

Tadi ketika salat,
kita membutuhkan hidayah.
Kemudian setelah kita meninggalkan tempat yang diberkahi ini,
kita membutuhkan hidayah.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika seseorang memperbanyak
membaca surah yang penuh berkah ini
dan senantiasa berkata, “Tunjukilah kami. Tunjukilah kami. Tunjukilah kami.”
Maksudnya, untuk waktu yang yang akan datang dan seterusnya.

Semua makna-makna ini benar.
Adapun aṣ-Ṣirāṭ, maknanya adalah aṭ-Ṭarīq (Jalan).
Orang Arab tidak menyebut jalan sebagai Ṣirāṭ
—sebagaimana dikatakan—hingga terkumpul padanya enam hal.
Jika jalan tersebut memiliki enam hal ini,
maka orang Arab akan berkata, “Ini adalah Ṣirāṭ.”

Jadi, tidak semua jalan disebut Ṣirāṭ oleh orang Arab.
Di sini ada tiga versi qiraah:
Aṣ-Ṣirāṭ dengan huruf shad,
as-Sirāṭ dengan huruf sin,
dan aṣ-Ṣirāṭ dengan huruf shad yang masuk ke huruf zai.

Seperti yang kami katakan, orang Arab tidak menyebut jalan sebagai Ṣirāṭ
hingga terkumpul padanya enam hal:
(1) Jalan tersebut harus jelas,
(2) harus sudah ditentukan,
(3) harus mengantarkan pada tujuan,
(4) harus luas,
(5) merupakan jalan yang paling dekat,
(6) dan harus lurus.
Ya, jalannya harus lurus.

Inilah enam sifat yang apabila semuanya terkumpul pada sebuah jalan
maka orang Arab akan menyebutnya Ṣirāṭ.
Allah mengatakan, “Jalan yang lurus,”
agar diperhatikan karakteristiknya yang paling utama.

Ini masuk dalam kaidah “Menghubungkan Sesuatu Khusus dengan Sesuatu yang Umum”
agar diperhatikan karakteristik utama jalan ini,
yaitu bahwa jalan ini lurus.

Semoga Allah meneguhkan kami dan kalian semua di atasnya.
Ini adalah permintaan dari orang-orang yang beriman
kepada Tuhan mereka Tabāraka wa Ta’ālā,
agar diberi petunjuk kepada jalan yang lurus ini.

====

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

اِهْدِنَا قِيلَ ثَبِّتْنَا عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ

وَقِيلَ اِهْدِنَا أَيْ زِدْنَا هِدَايَةً

وَهَذَا يَقُولُهُ مَنْ لَمْ يَكُنْ مُهْتَدِيًا

مَنْ كَانَ مُهْتَدِيًا

إِذْ يَقُولُ قَائِلٌ

كَيْفَ يَقُولُ الْمُهْتَدِي: اِهْدِنَا؟

كَالرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

أَوْ نَحْنُ عِنْدَمَا نُصَلِّي

نَحْنُ مَا جِئْنَا نُصَلِّي فِي هَذَا الْبَيْتِ الْعَظِيمِ

إِلَّا طَلَبًا لِلْهِدَايَةِ

وَنَقُولُ فِي صَلَاتِنَا

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

إِذَنْ نَحْنُ مَا جِئْنَا

إِلَّا وَنَحْنُ مُهْتَدُونَ وَلِلهِ الْحَمْدُ وَالْمِنَّةُ

فَلِمَاذَا نَقُولُ: اِهْدِنَا ؟

قَالَ: زِدْنَا هِدَايَةً

قَالَ أَهْلُ الْعِلْمِ: اِهْدِنَا أَيْ زِدْنَا هِدَايَةً

أَوْ ثَبِّتْنَا عَلَى الْهِدَايَةِ

وَالْمَعْنَيَانِ صَحِيحَانِ

وَقَالَ آخَرُونَ

بَلْ لَمَّا كَانَ الْإِنْسَانُ دَائِمًا فِي عَمَلٍ

وَكُلُّ عَمَلٍ يَحْتَاجُ إِلَى هِدَايَةٍ

فَنَحْنُ الْآنَ نَحْتَاجُ إِلَى هِدَايَةٍ

وَقَبْلَ قَلِيلٍ فِي الصَّلَاةِ

كُنَّا مُحْتَاجِيْنَ إِلَى هِدَايَةٍ

وَبَعْدَ أَنْ نَخْرُجَ مِنْ هَذَا الْمَكَانِ الْمُبَارَكِ

نَحْتَاجُ إِلَى هِدَايَةٍ

وَلِذَا نَاسَبَ أَنْ… يُكْثِرَ الْإِنْسَانُ

مِنْ قِرَاءَةِ هَذِهِ السُّورَةِ الْمُبَارَكَةِ

وَأَنْ يَقُولَ دَائِمًا: اِهْدِنَا اِهْدِنَا اِهْدِنَا

أَيْ لِمَا سَيَأْتِي وَهَكَذَا

وَكُلُّ الْمَعَانِي هَذَا هَذِهِ صَحِيحَةٌ

وَالصِّرَاطُ هُوَ الطَّرِيقُ

وَالْعَرَبُ لَا تُسَمِّي الطَّرِيقَ صِرَاطًا

كَمَا يُقَالُ حَتَّى تَجْتَمِعَ فِيهِ سِتَّةُ أُمُورٍ

إِذَا اجْتَمَعَتْ فِي الطَّرِيقِ سِتَّةُ أُمُورٍ

قَالَ الْعَرَبُ هَذَا الصِّرَاطُ

وَلَيْسَ كُلُّ طَرِيقٍ تُسَمِّيهِ الْعَرَبُ صِرَاطًا

وَفِيهَا ثَلَاثُ قِرَاءَاتٍ

الصِّرَاطُ بِالصَّادِ

وَالسِّرَاطُ بِالسِّينِ

وَالصِّرَاطُ وَهِيَ الصَّادُ مَشْمُومَ الزَّايِ

وَكَمَا قُلْنَا لَا تُسَمِّي الْعَرَبُ الطَّرِيقَ صِرَاطًا

حَتَّى تَجْتَمِعَ فِيه سِتَّةُ أُمُورٍ

وَهُوَ أَنْ يَكُونَ وَاضِحًا

وَأَنْ يَكُونَ مُتَعَيِّنًا

وَأَنْ يَكُونَ مُوْصِلًا لِلْمَقْصُودِ

وَأَنْ يَكُونَ وَاسِعًا

وَأَنْ يَكُونَ أَقْرَبَ طَرِيقٍ

وَيَكُونُ مُسْتَقِيمًا

نَعَمْ وَأَنْ يَكُونَ مُسْتَقِيمًا

هَذِهِ سِتَّةُ أُمُورٍ إِذَا اجْتَمَعَتْ فِي الطَّرِيقِ

قَالَ الْعَرَبُ هَذَا الصِّرَاطُ

وَإِنَّمَا قَالَ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

لِيُنَبِّهَ عَلَى أَخَصِّ أَوْصَافِهِ

وَهُوَ مِنْ بَابِ عَطْفِ الْخَاصِّ عَلَى الْعَامِّ

لِيُنَبِّهَ عَلَى أَخَصِّ أَوْصَافِ هَذَا الصِّرَاطِ

وَهُوَ أَنَّهُ مُسْتَقِيمٌ

ثَبَّتَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ عَلَيْهِ

وَهَذَا طَلَبٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

لِرَبِّهِمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

أَنْ يَهْدِيَهُمْ إِلَى هَذَا الطَّرِيقِ الْمُسْتَقِيمِ


Artikel asli: https://nasehat.net/tafsir-al-fatihah-6-ihdinas-siratal-mustaqim-syaikh-utsman-al-khamis-nasehatulama/